Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 25/BC/2024

Kategori : Lainnya

Agen Fasilitas Kepabeanan


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 25/BC/2024

TENTANG

AGEN FASILITAS KEPABEANAN

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :
  1. bahwa dalam rangka melaksanakan misi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam memfasilitasi perdagangan dan industri, diperlukan penyebaran informasi tentang pemanfaatan dari tiap jenis fasilitas fiskal di bidang kepabeanan;
  2. bahwa untuk memperkuat pondasi perekonomian, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, dan merealisasikan potensi ekspor produk usaha mikro, kecil, dan menengah, perlu dilakukan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara terstruktur dan terstandardisasi;
  3. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 742 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyelenggarakan fungsi pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan fasilitasi, serta optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Agen Fasilitas Kepabeanan;

Mengingat  :
  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6619);
  3. Peraturan Menteri Keuangan nomor 188/PMK.01/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1853) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 183/PMK.01/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri  Keuangan  nomor  188/PMK.01/2016  tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1355);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan  :    

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG AGEN FASILITAS KEPABEANAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
  1. Fasilitas Kepabeanan adalah pemberian insentif oleh pemerintah/Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berkaitan dengan kegiatan ekspor-impor yang akan memberikan manfaat bagi perekonomian nasional.
  2. Agen Fasilitas Kepabeanan adalah pejabat dan/atau pegawai pada Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama/Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang ditetapkan untuk menjadi fasilitator kepada pengguna jasa dan/atau pemangku kepentingan dalam hal Fasilitas Kepabeanan dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.
  3. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang selanjutnya disebut UMKM, adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha yang memenuhi kriteria usaha mikro, usaha kecil, atau usaha menengah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah.
  4. Pemberdayaan UMKM adalah upaya terencana, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kemampuan, daya saing, dan kemandirian UMKM melalui berbagai kebijakan, program, dan kegiatan, dengan tujuan menciptakan iklim usaha yang kondusif, memberikan akses terhadap sumber daya produktif, serta meningkatkan produktivitas dan kualitas usaha.
  5. UMKM Binaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut UMKM Binaan adalah UMKM yang masuk dalam program pemberdayaan dan telah mendapatkan sertifikat penetapan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  6. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah dan Kantor Wilayah Khusus di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  7. Kantor Pelayanan Utama yang selanjutnya disingkat KPU adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  8. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat KPPBC adalah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  10. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
  11. Koordinator Wilayah Agen Fasilitas Kepabeanan yang selanjutnya disebut Koordinator Wilayah adalah pejabat administrator yang menangani fasilitas dan/atau layanan informasi dan kehumasan atau pejabat fungsional setara di bidang keuangan negara, bidang tugas kepabeanan dan cukai pada Kantor Wilayah.
  12. Koordinator Utama Agen Fasilitas Kepabeanan yang selanjutnya disebut Koordinator Utama adalah pejabat administrator yang menangani fasilitas dan/atau layanan informasi dan kehumasan atau pejabat fungsional setara di bidang keuangan negara, bidang tugas kepabeanan dan cukai pada KPU.
  13. Koordinator Khusus Agen Fasilitas Kepabeanan yang selanjutnya disebut Koordinator Khusus adalah Kepala KPPBC.
  14. Sub Koordinator Agen Fasilitas Kepabeanan yang selanjutnya disebut Sub Koordinator adalah pejabat struktural atau pejabat fungsional setara di bidang keuangan negara, bidang tugas kepabeanan dan cukai pada Kantor Wilayah, KPU, atau KPPBC.
  15. Anggota Agen Fasilitas Kepabeanan yang selanjutnya disebut Anggota adalah pejabat fungsional di bidang keuangan negara, bidang tugas kepabeanan dan cukai dan/atau pelaksana yang bertugas pada Kantor Wilayah, KPU, atau KPPBC.
  16. Klinik Ekspor adalah suatu media yang dibentuk pada seluruh Kantor Wilayah, KPU, dan KPPBC untuk memberikan pelayanan komunikasi kepada pengguna jasa dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Agen Fasilitas Kepabeanan.
  17. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Wilayah, KPU, dan KPBBC dalam rangka pelayanan kepabeanan.

BAB II
AGEN FASILITAS KEPABEANAN

Pasal 2


(1) Agen Fasilitas Kepabeanan berada pada setiap Kantor Wilayah, KPU, dan KPPBC.
(2) Agen Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan menggunakan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah, KPU, dan KPPBC.
(3) Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. tugas Agen Fasilitas Kepabeanan;
b. nama dan jabatan Agen Fasilitas Kepabeanan;
c. nomor telepon yang dapat dihubungi; dan
d. alamat surat elektronik yang aktif.
(4) Agen Fasilitas Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Koordinator Wilayah;
b. Koordinator Utama;
c. Koordinator Khusus;
d. Sub Koordinator; dan
e. Anggota.
(5) Dalam pelaksanaan tugas, Agen Fasilitas Kepabeanan dapat dibantu oleh pegawai dari unit kerja lain dengan mempertimbangkan beban kerja dan sumber daya manusia yang tersedia.
(6) Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 3


(1) Agen Fasilitas Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) mempunyai fungsi:
a. pemberian informasi tentang pemanfaatan dari tiap jenis Fasilitas Kepabeanan secara tepat sasaran; dan
b. pelaksanaan program pemberdayaan UMKM yang akan dan/atau telah menjadi UMKM Binaan.
(2) Fungsi Agen Fasilitas Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam kerangka Klinik Ekspor.
(3) Pelaksanaan fungsi Agen Fasilitas Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didampingi Unit Kepatuhan Internal (UKI) dalam kerangka fungsi pendampingan UKI.


BAB III
TUGAS AGEN FASILITAS KEPABEANAN

Pasal 4


Koordinator Wilayah, Koordinator Utama, dan Koordinator Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c mempunyai tugas untuk melakukan koordinasi dan menjalin komunikasi yang efektif dengan seluruh Agen Fasilitas Kepabeanan pada wilayah kerjanya.


Pasal 5


(1) Sub Koordinator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf d, meliputi:
a. Sub Koordinator pengumpulan data dan klasterisasi; dan
b. Sub Koordinator pembinaan teknis.
(2) Sub Koordinator pengumpulan data dan klasterisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditunjuk dari pejabat pengawas atau pejabat fungsional setara yang menangani layanan informasi dan/atau kehumasan.
(3) Sub Koordinator pembinaan teknis sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b ditunjuk dari pejabat pengawas atau pejabat fungsional setara yang menangani fasilitas dan/atau layanan kepabeanan.
(4) Sub Koordinator pengumpulan data dan klasterisasi sebagaimana dimaksud ayat (2), mempunyai tugas antara lain:
a. melakukan penggalian potensi pelaku usaha yang belum menggunakan Fasilitas Kepabeanan;
b. melakukan promosi dan pemberian konsultasi pelaksanaan proses untuk memperoleh Fasilitas Kepabeanan;
c. mengumpulkan dan menganalisis bahan dan data pelaku usaha untuk menjadi sasaran penerima Fasilitas Kepabeanan;
d. melakukan klasterisasi calon penerima Fasilitas Kepabeanan berdasarkan karakteristik pelaku usaha;
e. melakukan penetapan sasaran terhadap pelaku usaha yang berpotensi menjadi UMKM Binaan sesuai hasil analisis bahan dan data yang telah dikumpulkan;
f. melakukan verifikasi data terhadap UMKM yang akan ditetapkan sebagai UMKM Binaan;
g. melakukan penetapan UMKM sebagai UMKM Binaan; dan
h. menyampaikan laporan atas pelaksanaan tugas kepada Koordinator Wilayah, Koordinator Utama, atau Koordinator Khusus.
(5) Karakteristik pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, meliputi:
a. UMKM;
b. perusahaan di bidang logistik;
c. perusahaan di bidang manufaktur;
d. perusahaan di bidang pertambangan; dan
e. lainnya.
(6) Klasterisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilaksanakan sesuai dengan Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Penetapan sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e dilakukan berdasarkan panduan penetapan sasaran dan model pemberdayaan untuk UMKM sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C dan Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Sub Koordinator pembinaan teknis sebagaimana dimaksud ayat (3), mempunyai tugas antara lain:
a. mengumpulkan serta menatausahakan bahan dan/atau materi terkait ketentuan/peraturan perundang-undangan di bidang Fasilitas Kepabeanan;
b. memberikan asistensi dalam rangka meningkatkan pengetahuan teknis Fasilitas Kepabeanan kepada pelaku usaha sesuai karakteristik dan sasarannya;
c. mengumpulkan dan menatausahakan masukan atas rumusan  kebijakan  terkait  ketentuan/peraturan perundang-undangan di bidang Fasilitas Kepabeanan yang didapatkan pada saat melakukan asistensi kepada pelaku usaha; dan
d. menyampaikan laporan atas pelaksanaan tugas kepada Koordinator Wilayah, Koordinator Utama atau Koordinator Khusus.


Pasal 6


Anggota mempunyai tugas sebagai pendukung Sub Koordinator dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.


BAB IV
PEMBERDAYAAN UMKM BINAAN

Pasal 7


(1) Pemberdayaan UMKM Binaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, meliputi:
a. sosialisasi dan/atau edukasi;
b. asistensi dan/atau pendampingan; dan
c. program penguatan.
(2) UMKM Binaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil verifikasi data atas daftar isian UMKM.
(3) Daftar isian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Penetapan sebagai UMKM Binaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan penerbitan sertifikat oleh Koordinator Wilayah, Koordinator Utama, atau Koordinator Khusus.
(5) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 8


(1) Koordinator Wilayah, Koordinator Utama, dan/atau Koordinator Khusus melakukan monitoring terhadap UMKM Binaan dengan periode triwulanan.
(2) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. eksistensi usaha;
b. profil usaha;
c. pembaruan klaster; dan
d. fasilitas kepabeanan yang dapat diberikan.
(3) Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Terhadap hasil monitoring berupa pembaruan klaster sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, Koordinator Wilayah, Koordinator Utama, dan/atau Koordinator Khusus menerbitkan perubahan sertifikat penetapan UMKM Binaan.


BAB V
PELAPORAN

Pasal 9


(1) Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Sub Koordinator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Sub Koordinator membuat laporan atas hasil pelaksanaan tugas secara elektronik melalui SKP.
(2) Dalam hal pelaporan secara elektronik melalui SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, pelaporan dapat dilakukan secara bulanan selambat-lambatnya tanggal 5 (lima) bulan berikutnya secara manual dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 10


Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Sub Koordinator pada KPPBC, selanjutnya Koordinator Khusus melakukan monitoring atas pelaksanaan tugas Sub Koordinator pada KPPBC melalui SKP.


Pasal 11


Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Sub Koordinator pada Kantor Wilayah dan KPPBC, selanjutnya Koordinator Wilayah melakukan reviu atas laporan hasil pelaksanaan tugas Sub Koordinator selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya melalui SKP.


Pasal 12


Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Sub Koordinator pada KPU, selanjutnya Koordinator Utama melakukan reviu atas laporan hasil pelaksanaan tugas Sub Koordinator selambat- lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya melalui SKP.


Pasal 13


Berdasarkan pelaporan yang disampaikan oleh Agen Fasilitas Kepabeanan, direktorat yang menangani fasilitas kepabeanan dan direktorat yang menangani bimbingan pengguna jasa dan layanan informasi melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap tugas dan fungsi Agen Fasilitas Kepabeanan setiap semester.


Pasal 14


Pola koordinasi pelaksanaan tugas dan pelaporan Agen Fasilitas Kepabeanan berpedoman pada Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

BAB VI
PENGELOLAAN DAN KERAHASIAAN DATA

Pasal 15


(1) Data dan informasi yang dikelola oleh Agen Fasilitas Kepabeanan ditatausahakan dalam bentuk elektronik.
(2) Semua data dan informasi yang diperoleh dari pengguna Fasilitas Kepabeanan merupakan rahasia jabatan.


BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 16


Keputusan Penetapan Agen Fasilitas Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) pertama kali ditetapkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER- 42/BC/2017 tentang Agen Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 

Pasal 18


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku setelah 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2024
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
 
Ditandatangani secara elektronik

ASKOLANI